Rabu, 04 November 2015

Sawatdee ka~ admin sekarang mau bahas tentang pernikahan tradisi masyarakat di thailand ^^ selamat membacaaaaa :D

Setiap masyarakat di daerah berbeda tentu saja mempunyai tradisi pernikahan yang berbeda. Seperti halnya dengan tradisi pernikahan di masyarakat Thailand.
Sebagian besar pasangan di negara gajah putih itu lebih memilih bertunangan dan upacara perkawinan mereka dilaksanakan pada hari yang sama. Mereka melakukan pertunangan pada pagi hari, siangnya mengadakan upacara perkawinan, dan resepsinya pada malam hati.


Perkawinan di Thailand ditentukan oleh seorang pendeta Budha berdasarkan pada ulang tahun dan tanggal kelahiran dari pasangan calon pengantin agar mendapatkan hari yang paling cocok dan baik bagi mereka untuk menikah.
Uniknya sebelum upacara pertunangan dilakukan, orangtua calon mempelai pria harus memohon persetujuan pada orang tua calon mempelai perempuan dan menanyakan nilai mas kawin yang mereka inginkan. Di Thailand, mas kawin disebut sebagai thong mun.
Thong berarti emas dan mun berarti pertunangan. Tetapi, ada juga yang disebut dengan ‘dosa sodt’ dan tentu saja nilainya ditentukan oleh keluarga calon pengantin perempuan.
Biasanya mas kawin itu akan berupa emas dan uang. Bahkan kadang-kadang properti. Semua mas kawin itu akan kembali ke tangan pengantin setelah pernikahan selesai diselenggarakan.
Kebanyakan pengantin di Thailand tidak mendaftarkan perkawinan mereka pada catatan sipil karena mereka beranggapan bahwa pemberkatan secara Agama Budha itu lebih penting daripada legislatif (secara hukum).
Tapi, tidak sedikit juga pasangan yang mendaftarkan pernikahan mereka secara hukum di kantor Amphur setempat selain melakukan upacara pernikahan.
Selama upacara pernikahan berlangsung mempelai perempuan dan pria masing-masing memakai rangkaian bunga pada kepala mereka yang terhubung menjadi satu.
Kedua mempelai akan diberikan berkat oleh orangtua dan para sesepuh baik dari keluarga pasangan pengantin pria maupun perempuan dengan cara berlutut di hadapan mereka dan menuangkan air pada kedua telak tangan mempelai yang ditautkan menjadi satu yaitu tangan pengantin perempuan menempel pada satu telapak tangan pengantin pria.
Air dituangkan dari sejenis kerang tertentu untuk menuangkan air tersebut dan kadang-kadang pendeta Budha diundang untuk membacakan kitab suci Budha.
Upacara perkawinan di Thailand antara umat Budha pada umumnya dibagi menjadi dua bagian yaitu Budha komponen yang mencakup pembacaan doa dan persembahan makanan dan hadiah-hadiah lainnya untuk para biarawan dan gambar Budha.
Bagian kedua adalah komponen non-Budhis yang berakar pada tradisi rakyat yang berpusat pada pasangan suami-istri.
Selain penganut Agama Budha, di Thailand juga ada pernikahan muslim untuk para penganut Agama Islam. Tentu saja komponen keagamaan upacara pernikahan pada penganut Agama Budha dan penganut Agama Islam akan berbeda. Pemimpin upacara pernikahan adalah Imam.
Imam masjid setempat, pengantin laki-laki, ayah pengantin perempuan, laki-laki dalam keluarga, dan orang-orang penting dalam masyarakat duduk dalam lingkaran selama upacara.
Sedangkan untuk para semua perempuan, termasuk mempelai perempuan, duduk di ruang terpisah dan tidak memiliki partisipasi langsung dalam upacara.
Komponen upacara lain selebihnya sama dengan upacara pernikahan antar umat Budha Thailand. Satu-satunya perbedaan penting yang cukup nyata terlihat adalah  makanan yang disajikan tidak berasal dari daging babi.
Pada upacara pernikahan muslim Thailand daging yang disajikan kepada tamu adalah daging kambing dan daging sapi daripada daging babi.
Hal ini karena bagi penganut Agama Islam daging babi haram dan tidak boleh untuk dimakan. Sedangkan untuk sistem mas kawin antara Budhis dan Muslim Thailand sama saja. (an/jun)

Gimana? apa informasi ini cukup? admin harap sih cukup hihi~ bye bye

Sumber : 
Setiap masyarakat di daerah berbeda tentu saja mempunyai tradisi pernikahan yang berbeda. Seperti halnya dengan tradisi pernikahan di masyarakat Thailand.
Sebagian besar pasangan di negara gajah putih itu lebih memilih bertunangan dan upacara perkawinan mereka dilaksanakan pada hari yang sama. Mereka melakukan pertunangan pada pagi hari, siangnya mengadakan upacara perkawinan, dan resepsinya pada malam hati.
Perkawinan di Thailand ditentukan oleh seorang pendeta Budha berdasarkan pada ulang tahun dan tanggal kelahiran dari pasangan calon pengantin agar mendapatkan hari yang paling cocok dan baik bagi mereka untuk menikah.
Uniknya sebelum upacara pertunangan dilakukan, orangtua calon mempelai pria harus memohon persetujuan pada orang tua calon mempelai perempuan dan menanyakan nilai mas kawin yang mereka inginkan. Di Thailand, mas kawin disebut sebagai thong mun.
Thong berarti emas dan mun berarti pertunangan. Tetapi, ada juga yang disebut dengan ‘dosa sodt’ dan tentu saja nilainya ditentukan oleh keluarga calon pengantin perempuan.
Biasanya mas kawin itu akan berupa emas dan uang. Bahkan kadang-kadang properti. Semua mas kawin itu akan kembali ke tangan pengantin setelah pernikahan selesai diselenggarakan.
Kebanyakan pengantin di Thailand tidak mendaftarkan perkawinan mereka pada catatan sipil karena mereka beranggapan bahwa pemberkatan secara Agama Budha itu lebih penting daripada legislatif (secara hukum).
Tapi, tidak sedikit juga pasangan yang mendaftarkan pernikahan mereka secara hukum di kantor Amphur setempat selain melakukan upacara pernikahan.
Selama upacara pernikahan berlangsung mempelai perempuan dan pria masing-masing memakai rangkaian bunga pada kepala mereka yang terhubung menjadi satu.
Kedua mempelai akan diberikan berkat oleh orangtua dan para sesepuh baik dari keluarga pasangan pengantin pria maupun perempuan dengan cara berlutut di hadapan mereka dan menuangkan air pada kedua telak tangan mempelai yang ditautkan menjadi satu yaitu tangan pengantin perempuan menempel pada satu telapak tangan pengantin pria.
Air dituangkan dari sejenis kerang tertentu untuk menuangkan air tersebut dan kadang-kadang pendeta Budha diundang untuk membacakan kitab suci Budha.
Upacara perkawinan di Thailand antara umat Budha pada umumnya dibagi menjadi dua bagian yaitu Budha komponen yang mencakup pembacaan doa dan persembahan makanan dan hadiah-hadiah lainnya untuk para biarawan dan gambar Budha.
Bagian kedua adalah komponen non-Budhis yang berakar pada tradisi rakyat yang berpusat pada pasangan suami-istri.
Selain penganut Agama Budha, di Thailand juga ada pernikahan muslim untuk para penganut Agama Islam. Tentu saja komponen keagamaan upacara pernikahan pada penganut Agama Budha dan penganut Agama Islam akan berbeda. Pemimpin upacara pernikahan adalah Imam.
Imam masjid setempat, pengantin laki-laki, ayah pengantin perempuan, laki-laki dalam keluarga, dan orang-orang penting dalam masyarakat duduk dalam lingkaran selama upacara.
Sedangkan untuk para semua perempuan, termasuk mempelai perempuan, duduk di ruang terpisah dan tidak memiliki partisipasi langsung dalam upacara.
Komponen upacara lain selebihnya sama dengan upacara pernikahan antar umat Budha Thailand. Satu-satunya perbedaan penting yang cukup nyata terlihat adalah  makanan yang disajikan tidak berasal dari daging babi.
Pada upacara pernikahan muslim Thailand daging yang disajikan kepada tamu adalah daging kambing dan daging sapi daripada daging babi.
Hal ini karena bagi penganut Agama Islam daging babi haram dan tidak boleh untuk dimakan. Sedangkan untuk sistem mas kawin antara Budhis dan Muslim Thailand sama saja. (an/jun)

Gimana? apa informasi ini cukup? admin harap sih cukup hihi~ bye bye

Sumber :  http://wedding.perempuan.com/pernikahan-tradisi-masyarakat-thailand/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar